Tampilkan postingan dengan label Cerpen. Tampilkan semua postingan
Matahari berjalan pelan dari timur menuju barat, sama seperti
kemarin, namun tak sedikit hal yang beda dari masa laluku. Panasnya
terik mentari, pekatnya udara, begitu pun benda yang sering ku genggam
ini seakan mengalihkan semua mimpi mudaku.
Di hadapan gedung-gedung megah di pelataran kota, pinggir jalan. Hampir setiap hari seorang kakek tua menjajakan keterampilannya, berharap ada sepatu atau sandal robek minta di perbaiki. Hanya bermodalkan Jarum Sol dan gulungan benang di berangkas kayu khas Tukang Sol Sepatu.
“Aki…Gimana sepatu saya sudah selesai?”. Aki, atau lebih lengkapnya Aki Ucup, begitulah kebanyakan orang memanggilnya. “Oh iya sudah selesai nak”. Anak muda itu pun seketika berlalu, di ratapinya Uang pemberian anak muda tadi seusai mengucap syukur alhamdulillah, Sorot matanya pun kembali pada gerak lalu lalang orang berjalan, dagu sedikit mendongak ke atas, ia bangga, bahagia. Kembali matanya dalam sudut pandang merata, jauh di seberang sana terlihat dua bocah kecil bertubuh dekil asik naik turun bus kota dengan sepucuk kicrik-kicrik dari tutup botol di tangannya. Bhatin Ki Ucup pun menangis, Jelas kicrik itu bukan mainan, tapi sama halnya dengan Jarum Sol ini. Matanya meneteskan air, Sungguh Gedung itu berdiri di atas penderitaan.
Di hadapan gedung-gedung megah di pelataran kota, pinggir jalan. Hampir setiap hari seorang kakek tua menjajakan keterampilannya, berharap ada sepatu atau sandal robek minta di perbaiki. Hanya bermodalkan Jarum Sol dan gulungan benang di berangkas kayu khas Tukang Sol Sepatu.
“Aki…Gimana sepatu saya sudah selesai?”. Aki, atau lebih lengkapnya Aki Ucup, begitulah kebanyakan orang memanggilnya. “Oh iya sudah selesai nak”. Anak muda itu pun seketika berlalu, di ratapinya Uang pemberian anak muda tadi seusai mengucap syukur alhamdulillah, Sorot matanya pun kembali pada gerak lalu lalang orang berjalan, dagu sedikit mendongak ke atas, ia bangga, bahagia. Kembali matanya dalam sudut pandang merata, jauh di seberang sana terlihat dua bocah kecil bertubuh dekil asik naik turun bus kota dengan sepucuk kicrik-kicrik dari tutup botol di tangannya. Bhatin Ki Ucup pun menangis, Jelas kicrik itu bukan mainan, tapi sama halnya dengan Jarum Sol ini. Matanya meneteskan air, Sungguh Gedung itu berdiri di atas penderitaan.
Tag :// Cerpen
Kata
orang persahabatan tidak mengenala namanya perbedaan, waktu, jarak,
harta ataupun suku. Apapun itu, sahabat akan tetap ada. Sahabat sejati
tidak akan pergi walaupun dia telah disia-siakan bahkan tidak dianggap
akan arti kehadiranyya dan juga perbuatannya. Yang ada dalam benak dari
seorang sahabat adalah bisa selalu ada untuk orang-ornag yang ada
didekatnya, entah orang tersebut mengaanggapnya hanya sebatas teman
biasa atau orang yang berarti, yang terpenting baginya bisa membantu
orang-orang yang ada didekatnya.
Tag :// Cerpen
Diberdayakan oleh Blogger.